KI DKI Jakarta Sidangkan Sengketa Informasi Ijazah Presiden Jokowi, Mediasi Ditolak, Lanjut ke Pembuktian

Hukum15 Dilihat

EDISINEWS.ID | JAKARTA – Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta menggelar sidang pemeriksaan awal sengketa informasi publik antara Pemohon Bonatua Silalahi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Termohon, di Ruang Sidang Lantai 1 Gedung Graha Mental Spiritual, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Rabu (5/11/2025).

Dalam pemeriksaan awal tersebut, Majelis Komisioner memeriksa legal standing para pihak yang meliputi identitas dan surat kuasa. Pemohon hadir melalui empat orang kuasa, sementara Termohon diwakili oleh tiga orang perwakilan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Karena legal standing sudah sesuai dan tidak ada catatan, saya langsung lanjut pada pemeriksaan permohonan informasi,” ujar Ketua Majelis Komisioner Agus Wijayanto Nugroho membuka sesi pemeriksaan.

Dalam permohonannya, Pemohon Bonatua Silalahi meminta informasi terkait ijazah terakhir Presiden Joko Widodo saat pencalonan sebagai Gubernur DKI Jakarta, beserta dokumen persyaratannya. Menurut Pemohon, informasi tersebut diperlukan untuk kepentingan penelitian ilmiah dan publikasi akademik.

Sementara itu, pihak Termohon melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) menjelaskan bahwa informasi yang diminta tidak berada dalam penguasaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melainkan merupakan kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.

“Permohonan tersebut telah kami tanggapi melalui surat dan email, serta telah dijelaskan bahwa informasi berada dalam kewenangan KPU,” ujar perwakilan Termohon.

Baca Juga :  Perpindahan Tugas Ari Meilando SH: Dari Kejari Jakarta Timur ke Kejari Kota Bima

Menanggapi hal tersebut, Majelis Komisioner menelaah kronologi permohonan, tanggapan PPID, serta keberatan yang diajukan Pemohon.

Ketua Majelis Komisioner Agus Wijayanto menjelaskan bahwa sesuai ketentuan hukum acara, mediasi dapat ditempuh apabila informasi yang diminta dinyatakan terbuka oleh Termohon.

Sementara itu, Anggota Majelis Komisioner Harry Ara Hutabarat memberikan apresiasi kepada Pemohon karena telah menggunakan hak akses informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Ia juga mengapresiasi kehadiran Termohon yang telah menunjukkan surat kuasa resmi dalam persidangan.

“Kami menghargai Pemohon yang menggunakan haknya sesuai UU KIP. Namun, kami ingin mengetahui apa tujuan dan manfaat permohonan informasi ini terhadap kepentingan sosial atau penelitian,” ujar Harry.

Pemohon menjelaskan bahwa permohonan didasarkan pada Peraturan KPU. Sebagai peneliti, ia membutuhkan data otentik untuk mendukung validitas riset ilmiah yang terindeks Scopus.

“Sesuai Undang-Undang Kearsipan, arsip dengan masa retensi aktif sejak 2017 seharusnya telah dikuasai oleh lembaga kearsipan daerah. Saya bersikukuh untuk mendapatkan dokumen kearsipan yang otentik dan salinan aslinya,” jelas Pemohon.

Baca Juga :  Kolaborasi BNN RI bersama Dirjen Bea dan Cukai Gagalkan Penyelundupan 106 Kg Sabu dari Malaysia Menuju Asutralia

Harry kemudian menanyakan, “Jika informasi tersebut tidak didapatkan, apakah penelitian Bapak tetap dapat dilanjutkan?”

Pemohon menjawab, “Penelitian saya ditolak oleh pihak jurnal karena tidak memiliki dokumen pendukung yang otentik.”

Lebih lanjut, Harry juga mempertanyakan kepada Termohon apakah ijazah penyelenggara negara termasuk informasi yang dikecualikan.

Menanggapi hal itu, pihak Termohon menjelaskan bahwa retensi arsip di KPU berlaku selama lima tahun, sementara Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) tidak mendapat arsip tersebut. Oleh karena itu, dokumen yang diminta tidak tersedia dan tidak berada dalam penguasaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Ijazah tersebut berada di KPU sendiri,” ujar perwakilan Termohon.

Harry kemudian menanyakan, “Apakah pernah dilakukan uji konsekuensi terhadap ijazah pejabat publik?”

Termohon menjawab bahwa untuk penyelenggara negara belum ada pengaturan khusus, namun terdapat pengecualian terkait informasi pribadi.

Harry menegaskan, “Konteks yang kita bicarakan adalah penyelenggara negara. Secara eksisting, apakah dokumen tersebut ada atau tidak? Sebab konteks Pemohon bukan terkait pegawai pribadi, melainkan pucuk pimpinan. Mohon diperjelas keberadaannya,” tegas Harry.

Sementara itu, Anggota Majelis Komisioner Aang Muhdi Gozali menekankan pentingnya kejelasan dasar hukum dan kewenangan Termohon atas informasi yang diminta.

Baca Juga :  Kasus Dugaan Korupsi SIMRS BP Batam Anggaran Tahun 2020 Bertahun tahun Parkir di Kejari Batam

“Perlu dijelaskan apakah jawaban Termohon yang menyatakan tidak menguasai informasi tersebut sudah didasarkan pada ketentuan hukum yang tepat atau hanya pertimbangan administratif,” ujar Aang.

Ia juga meminta Pemohon memastikan dasar hukum permintaannya.

Pemohon menyatakan bahwa berdasarkan regulasi kearsipan, arsip dinamis maupun statis seharusnya sudah berada di Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2017.

Namun, setelah ditawarkan secara sukarela kepada kedua pihak, baik Pemohon maupun Termohon tidak menyetujui upaya mediasi.

Menutup sidang, Ketua Majelis Komisioner Agus Wijayanto memutuskan untuk menunda pemeriksaan pembuktian oleh Pemohon hingga awal Desember 2025, mengingat KI DKI Jakarta sedang melaksanakan kegiatan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (E-Monev) Badan Publik Tahun 2025.

“Sidang selanjutnya akan kami jadwalkan setelah proses E-Monev selesai, dan pemberitahuan akan disampaikan melalui relaas resmi,” ujarnya.

Sidang dipimpin oleh Majelis Komisioner yang terdiri atas Agus Wijayanto Nugroho (Ketua Majelis), Harry Ara Hutabarat (Anggota), dan Aang Muhdi Gozali (Anggota), serta Panitera Pengganti Elwin Rivo Sani.

Penulis : Cardi S

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *