EDISINEWS.ID | INDRAMAYU – Ada bukti semacam “jurisprudensi” bahwa Jaksa Penuntut Umum yang bijak akan merubah dakwaan yang mengancam terdakwa dengan hukum berat, karena sesuai fakta dalam persidangan. Ini bukti nyata yang dialami oleh Anak berinisial I bin Kap di Pengadilan Negeri Indramayu, Jawa Barat.
“Klien kami pada Jumat (20/12/2024) diminta tolong bapaknya untuk membeli jamu di Dayung, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat. Ia menunggu di tempat parkiran motor. Namun, tiba tiba ia melihat abangnya dibekap oleh seseorang sehingga refleks segera turun tangan membantu,” ungkap Suta Widhya SH, Rabu (15/1) siang sebagai kuasa hukum dari orang tua I bin Kap.
Suta lanjutkan kronologi, Kemudian terjadi pemukulan oleh I kepada lelaki yang dilanjutkan menghantam kepala sebelah kiri belakang dengan ember hitam yang ada tidak jauh dari mereka bergelut. Akibat hantaman tersebut sang abang bisa melarikan diri.
“Polisi teriak dua orang kawan dari lelaki si pembekap tersebut. Akibat terikan tersebut, si anak menghentikan aksinya. Terlihat darah segar membasahi wajah sang polisi. Dengan mudah segera saat itu juga sang anak dibekuk tanpa perlawanan,” terangnya.
Dalam persidangan Pertama di PN Indramayu, Senin (13/1) pun permohonan maaf pun dilontarkan kembali oleh si anak I bin Kap setelah mendengar dakwaan JPU yang mendakwa dengan Pasal 214 KUHP (ancaman maksimal hukuman 7 tahun penjara). Terlihat si Anak I menahan tangis mendengar dakwaan JPU Ali dengan diterapkan Pasal 214 KUHP yang berisi sanksi maksimal hukuman tujuh tahun.
Namun, berbeda jauh dakwaan dengan tuntutan yang diajukan oleh JPU. Pada Rabu (15/1)siang ternyata JPU hanya menuntut hukuman 120 jam dengan kewajiban 1,5 jam per hari untuk melakukan kerja sosial di Kantor Desa di wilayah tempat tinggal si anak.
Mengapa bisa begitu? Pertama, JPU menyadari bahwa _mens rea_ dari sang Anak terbukti tidak ada untuk melakukan kejahatan. Ia semata membela diri karena menyangka abangnya sedang diperlakukan tidak pantas oleh seseorang. Ia menduga ada tindak pidana kejahatan yang dialami oleh sang abang.
Suta salut atas apa yang dilakukan oleh JPU dengan tuntutannya. Tuntutan jauh beda dengan dakwaan yang semula berpotensi terancam hukuman maksimal tujuh tahun karena melawan petugas yang sedang berdinas. Lagi pula, saksi korban yang melaporkan ke polisi sudah memaafkan kesalahan dari si anak di depan Hakim tunggal.
Adakah jaksa bijak seperti di atas pada kasus-kasus yang dialami oleh terdakwa pengguna narkoba? Sulit menemukannya. Karena karena jaksa penuntut umum sebagaimana figur JPU Ali benar-benar mempertunjukkan sebagai pemangku “DOMINUS LITIS” benar benar mengendalikan perkara secara obyektif, hingga berbalik 180 derajat dari Dakwaan dengan tuntutan yang lebih bersifat mendidik terhadap terdakwa anak.
Untuk JPU yang menangani perkara pecandu narkoba atau penyalahguna narkoba, mulailah mencontoh JPU Ali Usman SH dari Kejaksaan Negeri Indramayu, Jawa Barat.
Penulis : Cardi Santoso