EDISINEWS.ID | JAKARTA – Direktur Jakarta Institute, Agung Nugroho, menyayangkan masih banyak anggota DPRD DKI Jakarta yang belum memahami secara utuh fungsi strategis Jakarta International Investment, Trade, Tourism & SME Expo (JITEX). Menurutnya, wacana penolakan dan penghapusan anggaran JITEX menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap peran acara tersebut dalam memperkuat posisi Jakarta sebagai kota global. Selasa (28/10/2025).
“JITEX bukan sekadar pameran seremonial, melainkan platform ekonomi dan investasi yang berdampak nyata bagi pertumbuhan sektor UMKM, koperasi, dan ekonomi kreatif,” kata Agung di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, JITEX merupakan satu-satunya pameran berskala internasional yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ajang ini menggabungkan empat sektor besar—investasi, perdagangan, pariwisata, dan UMKM—dalam satu wadah kolaboratif. Penyelenggaraannya melibatkan empat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) utama: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM), Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf), serta Biro Kerja Sama Daerah (Biro KSD).
“Koordinasi antar-OPD ini penting. Tinggal bagaimana seorang Asisten Perekonomian bisa mengorkestrasi empat dinas itu agar lebih maksimal, jika dinilai masih ada ruang perbaikan dari JITEX pertama,” ujarnya.
Agung menambahkan, penyelenggaraan JITEX sebenarnya merupakan bentuk kolaborasi lintas dinas yang saling berbagi tanggung jawab dan sumber daya. “Secara sederhana, anggaran kegiatan ini memang tersebar di empat SKPD, sehingga sinerginya harus dijaga agar hasilnya optimal,” jelasnya.
Ia menilai, DPMPTSP sendiri sudah memiliki kegiatan rutin Jakarta Investment Forum (JIF) yang bisa disinergikan dengan JITEX. “Pelaksanaannya dapat digabungkan dengan berbagi ruang selama lima hari kegiatan JITEX. Dari sisi anggaran tentu lebih efisien, dan dari sisi skala kegiatan justru bisa membuat JITEX lebih besar,” kata Agung.
Ia kemudian menyoroti tantangan koordinasi antarinstansi di lingkungan Pemprov DKI. “Pertanyaannya, apakah OPD-OPD ini mau saling bersinergi? Ini perlu keseriusan Pak Gubernur untuk mengultimatum SKPD yang tidak mau bekerja sama, padahal tujuan kegiatannya sama. Apalagi di saat DKI sedang mengalami pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp15 triliun,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agung menekankan pentingnya peran Biro KSD dalam mengaktifkan kerja sama sister city Jakarta dengan lebih dari 20 negara. “Jangan sampai MOU-nya hanya jadi sleeping MOU. Biro KSD seharusnya bisa mengajak negara-negara mitra itu datang ke Jakarta sebagai buyer atau calon investor,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa Pemprov DKI menggandeng berbagai asosiasi perdagangan dan pariwisata tingkat ASEAN untuk mengoordinasikan kehadiran para buyer dari negara-negara tetangga. Langkah ini menunjukkan keseriusan Pemprov dalam menjadikan JITEX sebagai ajang promosi investasi dan perdagangan regional yang tidak hanya berorientasi lokal, tetapi berskala internasional.
Menurut Agung, JITEX menjadi wadah strategis yang mempertemukan pelaku usaha dari berbagai daerah. Setiap tahun, Pemprov DKI mengundang pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk menampilkan produk unggulan mereka. Acara ini juga melibatkan seluruh BUMD DKI Jakarta agar lebih dikenal publik melalui produk dan programnya.
Dalam pelaksanaannya, JITEX menghadirkan lebih dari 300 Jakpreneur terkurasi serta menyelenggarakan Business Matching P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah (Sekda) DKI. Turut hadir pula koperasi-koperasi naik kelas dan Koperasi Merah Putih, program nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Selain itu, Dekranasda DKI yang diketuai oleh Ibu Gubernur juga mengambil peran penting dalam mempromosikan karya perajin Jakarta di bidang fesyen dan kriya.
Agung berharap Disparekraf dapat memaksimalkan partisipasinya dengan menghadirkan Jakarta Travel Fair bersamaan dengan pelaksanaan JITEX. “Dengan begitu, pengunjung JITEX datang bukan hanya untuk melihat pameran investasi, tetapi juga bisa membeli produk UMKM Jakpreneur yang sudah terkurasi,” ujarnya.
Ia menegaskan, alasan efisiensi anggaran yang dikemukakan sebagian anggota DPRD tidak tepat jika diarahkan pada program dengan nilai strategis tinggi. “Kalau efisiensi dilakukan tanpa melihat manfaat ekonomi, justru akan mengorbankan program yang berdaya ungkit besar bagi ekonomi rakyat. JITEX jelas kegiatan produktif dengan multiplier effect tinggi,” kata Agung.
Menurutnya, DPRD DKI semestinya mendukung penuh kegiatan seperti JITEX yang memperkuat citra Jakarta sebagai pusat bisnis, pariwisata, dan investasi internasional, bukan justru menolaknya. “Jakarta membutuhkan lebih banyak ruang kolaborasi seperti JITEX untuk mengokohkan posisinya di panggung ekonomi global. Menghapusnya jelas langkah mundur,” tutur Agung menutup pernyataannya.
(Red)

