Finalisasi Pembahasan Raperda KTR Mendapat Banyak Penolakan dari Kalangan Pelaku Usaha

Ekonomi15 Dilihat
banner 468x60

EDISINEWS.ID | JAKARTA – Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DPRD DKI Jakarta telah melakukan finalisasi seluruh pembahasan pasal pada 2 Oktober 2025. keseluruhan aturan tersebut tidak serta-merta bisa diterima oleh semua pihak.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta memperingatkan, kebijakan ini bisa menjadi beban berat bagi pelaku usaha pariwisata. Bahkan dapat memicu masalah sosial baru.

“Kami melihat masukan dan aspirasi dari industri hiburan itu kurang didengarkan ya. Padahal dampak dari aturan ini cukup nyata, terutama bagi UMKM. Langkah-langkah konsolidasi akan kami lakukan, dengan tetap membangun komunikasi yang baik, yang sehat antara pelaku usaha dengan pemerintah untuk mencarikan jalan keluar yang terbaik, win-win solution, supaya dampaknya tidak terlalu memberatkan,” ungkap Sutrisno Iwantono, Ketua BPD PHRI DKI Jakarta, Senin (6/10/25).

Lanjut Sutrisno mengatakan, seyogyanya setiap kebijakan harus disertai solusi yang baik termasuk Raperda KTR yang telah final tersebut. Karena jika tanpa solusi, pendapatan daerah akan makin tergerus. Bahkan target pajak daerah berpotensi meleset karena turunnya pendapatan hotel dan restoran.

Terhitung pada 2025 saja, lanjut dia, sebanyak 96,7 persen hotel di Indonesia melaporkan penurunan tingkat hunian yang berimbas pada Kondisi memaksa banyak pelaku usaha melakukan efisiensi, termasuk mengurangi jumlah karyawan.

“Harus ada solusi yang baik dari pemerintah akan hal ini karena jika tidak, kebijakan akan berpengaruh negatif terhadap dunia usaha yang berimbas pada target pajak daerah berpotensi meleset karena turunnya pendapatan hotel dan restoran. Juga pengurangan karyawan guna efisiensi,” jelasnya.

Dengan memperhatikan aspek yang bisa menimbulkan efek domino sosial yang dapat merugikan masyarakat itu maka perlu adanya dialog antara asosiasi pelaku usaha dengan pemerintah dan stakeholder terkait supaya bisa menemukan jalan yang terbaik.

“Harapan kami, legislatif maupun eksekutif membuka diri, membuka pintu untuk dialog dengan asosiasi pelaku supaya bisa menemukan jalan yang terbaik, mengingat sektor ini berkontribusi besar terhadap ekonomi, dengan menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja dan menyumbang 13 persen PAD DKI Jakarta,” imbuh Sutrisno.

Menanggapi kekhawatiran tersebut, Afifi, Ketua Sub Kelompok Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan Rakyat Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, menegaskan bahwa masukan dari masyarakat masih bisa diterima.

Afifi juga menegaskan Pemprov DKI tetap berkomitmen untuk melindungi pelaku UMKM dan pedagang kecil. Hal itu sesuai dengan arahan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung.

“Kemungkinkan akan di rapimkan agar masukkan semua SKPD terkait itu bisa kita serap. Jadi, pada prinsipnya, draftnya masih terbuka, masih dinamis. Masukan dari masyarakat ini masih memungkinkan untuk dimasukkan,” ujarnya.

Peulis : Feri

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *